Kejari Ngada Hentikan Penuntutan Kasus Penganiayaan Melalui Restorative Justice, Pulihkan Hubungan Keluarga Paman dan Keponakan
KEJAKSAAN RI | Kupang, 12 Agustus 2025 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada kembali menorehkan prestasi dalam penerapan keadilan restoratif (Restorative Justice) dengan menghentikan penuntutan perkara tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP. Perkara ini melibatkan tersangka Thomas Akuinas Raja Kitu alias Nas dengan korban Petrus Buang.
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
Ekspose penghentian penuntutan perkara secara virtual digelar pada Selasa, 12 Agustus 2025 pukul 07.30–08.30 WITA di Ruang Restorative Justice Kejaksaan Tinggi NTT. Kegiatan dipimpin oleh Dr. Undang Mugopal, S.H., M.Hum., SESJAMPIDUM / Plt. Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM), serta dihadiri Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. selaku Jampidum Kejaksaan Agung RI.
Turut hadir Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Prihatin, S.H., Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, Dr. Bayu Setyo Pratomo, S.H., M.H., jajaran Kejari Ngada, dan seluruh Kejaksaan Negeri se-NTT secara virtual.
Kepala Kejari Ngada, Nurul Hidayat, S.H., M.H., memaparkan kronologi perkara dan proses perdamaian yang telah ditempuh antara pelaku dan korban.
Kronologi Singkat Perkara
Peristiwa terjadi pada Rabu, 28 Mei 2025 sekitar pukul 16.00 WITA di Persawahan Danga, KM 2, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo. Perselisihan bermula ketika korban membakar jerami tanpa memberi tahu pihak keluarga tersangka, yang berujung pada perdebatan dan tindakan penganiayaan.
Berdasarkan visum et repertum, korban mengalami luka memar dan lecet yang diakibatkan oleh benda tumpul dan tajam, namun hanya memerlukan perawatan jalan.
Proses Perdamaian
Setelah pelimpahan tahap II pada 28 Juli 2025, Kejari Ngada memfasilitasi pertemuan perdamaian pada 30 Juli 2025 di Rumah RJ Kejari Ngada. Proses ini dihadiri pelaku, korban, keluarga kedua belah pihak, tokoh masyarakat, perwakilan adat, dan penyidik Polres Nagekeo.
Korban menyatakan memaafkan pelaku secara terbuka dan menolak melanjutkan perkara ke pengadilan.
Pertimbangan penghentian penuntutan meliputi:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana
- Ancaman pidana di bawah 5 tahun
- Terdapat kesepakatan damai tanpa syarat
- Pelaku dan korban memiliki hubungan keluarga (paman dan keponakan)
- Tokoh masyarakat mendukung penuh perdamaian
- Tidak ada indikasi perbuatan transaksional dalam proses RJ
Pernyataan Wakajati NTT
Wakil Kepala Kejati NTT, Prihatin, S.H., menyampaikan:
“Restorative Justice pada hakikatnya bertujuan untuk memulihkan, bukan semata-mata menghentikan perkara. Dalam perkara ini, yang dipulihkan bukan hanya konsekuensi hukum, tetapi juga ikatan kekeluargaan antara paman dan keponakan yang sempat renggang. Ketika keduanya mampu saling memaafkan dengan tulus, itu menjadi bukti bahwa keadilan telah bekerja menyentuh nurani dan mempererat kembali tali kemanusiaan. Kejaksaan senantiasa mendukung penyelesaian perkara yang tidak hanya sesuai hukum, tetapi juga memberi makna sosial dan kultural demi terjaganya keharmonisan keluarga serta ketenteraman masyarakat.”
Dengan penghentian penuntutan ini, Kejari Ngada menegaskan komitmennya dalam menerapkan Restorative Justice sebagai sarana penyelesaian perkara yang humanis, berkeadilan, dan menjunjung nilai kekeluargaan